Konflik Agraria Pakawa Picu Desakan Perubahan Kebijakan Perpanjangan HGU Sawit di Sulbar

PASANGKAYU – Konflik agraria yang berkepanjangan antara masyarakat Desa Pakawa, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, dengan perusahaan kelapa sawit, PT. Pasangkayu yang merupakan anak Perusahaan dari PT. Astra Agro Lestari (AAL) Group, kembali memanas. Desakan penyelesaian tegas kini datang langsung dari Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Salim S. Mengga, yang menyatakan kekesalannya atas lambatnya penanganan sengketa ini.

Perwakilan masyarakat, Abd Salam, menegaskan bahwa lahan yang disengketakan merupakan milik turun-temurun warga. Klaim masyarakat atas lahan tersebut telah ada jauh sebelum Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan diterbitkan.

Salam juga menyoroti sejarah kelam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun. “Sengketa ini telah menyebabkan keresahan yang mendalam. Bahkan di tahun 1998, beberapa warga kami mengalami insiden pembakaran rumah oleh oknum perusahaan saat berupaya mempertahankan hak mereka,” ujarnya, mengungkap luka lama yang belum sembuh.

Sebagai bentuk kesungguhan mencari keadilan, masyarakat telah melakukan pertemuan dengan Wagub Salim S. Mengga. Dalam pertemuan tersebut, warga menyerahkan dokumen lengkap berisi tuntutan dan detail persoalan agraria yang mereka hadapi.

Merespons hal itu, Wagub Salim S. Mengga tak kuasa menyembunyikan kekesalannya. “Saya tidak mau dengar lagi kalau masalah ini susah diselesaikan. Harus bisa selesai,” tegasnya dengan nada tinggi. Ia menegaskan bahwa kehadirannya bukan untuk menyalahkan pihak mana pun, melainkan untuk mencari jalan keluar yang adil bagi masyarakat dan perusahaan. Salim juga menolak tegas intervensi politik dalam proses penyelesaian.

“Saya tidak peduli siapa di belakang perusahaan. Kalau izinnya melanggar, akan kita evaluasi,” tegas Salim.

Desakan Tinjau Ulang Perpanjangan HGU

Konflik di Desa Pakawa ini memperkuat desakan berbagai pihak agar perpanjangan HGU untuk perkebunan sawit di Sulawesi Barat, khususnya di Kabupaten Pasangkayu, Mamuju Tengah, dan Kabupaten Mamuju, ditinjau ulang. Tuntutan utamanya adalah agar sebelum HGU diperpanjang, wajib diadakan pertemuan ulang yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

Pertemuan ulang ini dinilai krusial untuk membahas kembali posisi dan keberadaan perusahaan sawit serta memastikan hak-hak masyarakat tidak terabaikan.

“Kami berharap dengan adanya peristiwa ini, para pembuat kebijakan di Pemprov Sulbar dan Pemkab Pasangkayu menyadari bahwa HGU bukan hanya soal administrasi, tapi juga menyangkut hajat hidup masyarakat. Harus ada pertemuan ulang yang transparan sebelum HGU diperpanjang, agar posisi daerah dan hak-hak masyarakat terakomodir,” ujar Wandi salah satu tokoh pemuda di Kabupaten Pasangkayu

Desakan ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk meninjau dan memperketat regulasi terkait perizinan dan pengawasan perusahaan perkebunan. Proses perpanjangan HGU harus dijadikan kesempatan untuk merevitalisasi hubungan antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, serta memastikan operasional sawit membawa manfaat berkelanjutan.

Masyarakat pun berharap pemerintah setempat dapat mengambil langkah proaktif dengan membentuk tim independen yang melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dan organisasi non-pemerintah untuk mengkaji setiap permohonan perpanjangan HGU. Transparansi data HGU juga menjadi kunci utama untuk mencegah terulangnya konflik agraria serupa di masa depan.
(Zulkifli)

You might like

About the Author: kabar sulbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *