Pembangunan Pelabuhan Mamuju Tersandung Regulasi: Dugaan Tanpa RIP, AMDAL, dan Akta Hibah Lahan

MAMUJU, Kabarsulbar.com – Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Mamuju, yang bertanggung jawab atas pengembangan infrastruktur maritim di wilayah tersebut, kini tengah menjadi sorotan publik dan pemerintah daerah. Dugaan kuat muncul bahwa proyek pembangunan Dermaga Pelabuhan Mamuju dan lokasi pembangunan kantor mereka belum memenuhi persyaratan regulasi mendasar, yaitu ketiadaan Rencana Induk Pelabuhan (RIP), izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), serta status hukum lahan kantor yang dikabarkan belum mengantongi Akta Hibah resmi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju.

Pembangunan dan pengembangan Dermaga Pelabuhan Mamuju merupakan proyek vital untuk konektivitas dan perekonomian Sulawesi Barat. Namun, sumber-sumber yang kredibel menyebutkan bahwa UPP Kelas III Mamuju disinyalir tidak memiliki RIP yang menjadi pedoman utama dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pelabuhan.

RIP adalah dokumen strategis yang memuat cetak biru jangka panjang pengembangan pelabuhan. Ketiadaan dokumen ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kesesuaian tata ruang, efektivitas operasional di masa depan, dan keberlanjutan proyek. Selain itu, proyek pembangunan dermaga yang notabene adalah proyek infrastruktur skala besar di wilayah pesisir, diduga belum mengantongi izin AMDAL.

​”Jika dugaan ini benar, maka setiap pembangunan yang dilakukan berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. AMDAL adalah prasyarat mutlak untuk memastikan dampak lingkungan telah dianalisis dan dikelola secara memadai,” ujar seorang aktivis lingkungan lokal yang enggan disebutkan namanya.

​Pembangunan tanpa AMDAL berisiko tinggi menyebabkan kerusakan ekosistem laut, abrasi, hingga konflik dengan masyarakat pesisir, dan bisa berujung pada sanksi administratif hingga pidana.

Permasalahan regulasi UPP Kelas III Mamuju juga meluas hingga ke urusan administratif pertanahan. Lokasi yang telah dilakukan pembangunan kantor UPP yang baru diduga masih berstatus aset daerah dan belum secara sah dialihkan kepemilikannya kepada Kementerian Perhubungan melalui UPP.

​Proses pengalihan aset daerah kepada instansi vertikal seperti Kemenhub harus melalui mekanisme hibah resmi yang dibuktikan dengan Akta Hibah. Hingga berita ini diturunkan, Akta Hibah terkait lahan kantor tersebut dikabarkan belum diterbitkan atau belum rampung secara administrasi legal.

​”Proses hibah lahan adalah kunci legalitas. Tanpa Akta Hibah yang sah, pembangunan gedung di atas lahan tersebut berisiko dikategorikan sebagai pembangunan di atas aset yang bukan miliknya, yang bisa memicu masalah hukum di kemudian hari,” jelas salah satu staf Badan Pertanahan Mamuju yang enggan disebutkan namanya.

Hingga saat ini, pihak media telah berupaya meminta konfirmasi resmi dari Kepala Kantor UPP Kelas III Mamuju terkait dugaan ketiadaan RIP, AMDAL, dan status Akta Hibah lahan kantor. Namun, belum ada tanggapan resmi yang memadai mengenai perkembangan dan penyelesaian masalah regulasi tersebut.

Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat, Zulkifli Manggazali yang dikonfirmasi media terkait AMDAL pembangunan dermaga pelabuhan mamuju membenarkan bahwa pembangunan tersebut tidak memiliki AMDAL, Ujarnya

“Sebelumnya mereka sempat mengajukan izin AMDAL tetapi kita tolak karna masih ada proses yang kami anggap tidak memenuhi persyaratan”, Kata Zulkifli Manggazali.

​Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Mamuju didesak untuk segera turun tangan mengaudit legalitas proyek pembangunan ini dan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan semua persyaratan hukum dan lingkungan dipenuhi. Masyarakat berharap pengembangan Pelabuhan Mamuju berjalan sesuai koridor hukum demi terciptanya infrastruktur yang legal, aman, dan berkelanjutan.
(*)

You might like

About the Author: kabar sulbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *