Mamuju – Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Barat (Sulbar), Salim S Mengga, menegaskan komitmen pemerintah provinsi dalam memberikan kemudahan bagi investor, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan lingkungan.
Hal itu disampaikan dalam program spesial RRI bertajuk Wagub Menyapa, saat menjawab pertanyaan dari warga bernama Erna mengenai pengawasan terhadap investor, khususnya di sektor pertambangan, Sabtu, 6 Desember 2025.
Pasangan Gubernur Sulbar Suhardi Duka (SDK) menjelaskan, masuknya investor memang penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meski demikian, ia menekankan, semua proses harus dilakukan secara selektif dan disertai analisis lingkungan yang ketat sebelum izin diberikan.
“Untuk mewadahi kepentingan investor, kita berikan kemudahan tapi tetap selektif. Tempat-tempat tambang seperti pasir dan lainnya harus melalui analisa lingkungan terlebih dahulu,” ujar Salim S Mengga.
Ia menegaskan, pengalaman di banyak daerah membuktikan aktivitas tambang kerap meninggalkan kerusakan alam. Karena itu, pemerintah mewajibkan perusahaan tambang menyiapkan jaminan reklamasi dan memenuhi persyaratan ketat agar tidak meninggalkan risiko bencana di kemudian hari.
“Harus ada jaminan bahwa reklamasi berjalan. Bentuknya bisa jaminan bank. Ini yang kita inginkan,” tegasnya.
Selain itu, Pemprov Sulbar akan memperketat pengawasan. Jika ditemukan kerusakan lingkungan, perusahaan wajib segera melakukan pemulihan. Salim S Mengga menegaskan, pemerintah tidak akan ragu mencabut izin bagi tambang yang tidak taat aturan.
“Alam tidak boleh rusak sekalipun kita butuh anggaran. Saya sudah beberapa kali turun ke lokasi tambang, dan kalau tidak patuh, saya dan Pak Gubernur tidak segan-segan mencabut izin,” pungkas Salim S Mengga.
Salim S Mengga juga menekankan, dirinya tidak memiliki kedekatan maupun kepentingan dengan pengusaha tambang mana pun. Ia membatasi diri agar dapat menjaga integritas sebagai pejabat publik.
“Saya tidak pernah mau dekat dengan pengusaha. Saya tidak mau dijadikan mainan dan tidak pernah mau menerima pemberian mereka. Begitu menerima, kita jadi lemah,” ujarnya.
Ia menceritakan pengalamannya pernah diundang makan malam oleh seorang pengusaha besar di Jawa Tengah. Namun, ia justru meminta ajudannya untuk menyiapkan uang dan membayar makan malam tersebut meski dirinya adalah tamu undangan.
“Bagi saya, kita semua setara. Pengusaha kaya itu untuk dirinya, saya juga hidup dari hasil saya sendiri. Kita boleh berkawan, tapi tetap setara,” kata Salim S Mengga.
Ketika ditanya apakah di Sulbar pernah ada pengusaha yang mencoba mendekatinya secara pribadi, Salim S Mengga menegaskan, itu tidak pernah terjadi.
“Saya batasi diri, apalagi sebagai pejabat publik. Kedekatan dengan pengusaha sering menimbulkan pikiran negatif. Saya kenal mereka hanya sebagai kawan biasa, tidak lebih,” tutupnya. (Rls)


